Hidup Bersama dalam KRISTUS: Ruth Haley Barton #part_2
Fourth Chapter
PADAHAL KAMI
DULU MENGHARAPKAN…
Berkumpul atas
Dasar Keinginan yang Sama
Lukas 24 : 21
Sebuah perikop/frasa memilukan
muncul dari seorang murid Yesus pada Jalan ke Emaus --- “padahal kami dulu
mengharapkan…”
Memiliki harapan
yang hancur berantakan membuat kita berada di tempat yang paling rapuh.
Memiliki harapan yang hancur berarti kita pernah mengizinkan diri sendiri
berharap!
*Keinginan yang dikenali dan diarahkan dengan tepat dan efektif à menimbulkan harapan bahwa apa yang kita inginkan sungguh-sungguh akan terwujud dan melahirkan iman untuk menjalaninya seakan-akan itu sungguh nyata.*
Dengan perhatian
yang tepat, kerinduan hati à diperdalam tekad yang kemudian diwujudkan melalui
keputusan-keputusan yang kita buat setiap hari.
Kita semua memiliki banyak
keinginan, tetapi tidak semua merupakan kerinduan hati kita. Kita berpikir
bahwa aspek-aspek pribadi kita punya potensi menentukan arah hidup kita.
Kenyataannya, kerinduan kita akan Allah dan kapasitas kita untuk menjangkau
Allah lebih banyak daripada yang sudah kita nikmati saat ini à inilah yang menentukan siapa kita.
Ada tempat dalam hati kita yang
bersifat rohani. Tempat Allah hadir bagi kita, dan tempat itu sering dirujuk
sebagai HATI. Di mana Roh Allah bersaksi bersama roh kita sebenarnya. Kita
menanggapinya dengan keintiman dan kedekatan seorang anak yang memanggil orang
tua yang mengasihinya.
“Roma 8 : 15-16”
Seperti membuka kotak Pandora, tidak
mudah untuk mengakui kerinduan hati kita. Kita bisa saja menghindari
ketidaknyamanan dalam memberi perhatian pada kerinduan hati kita. Alasannya:
- Kerinduan kita bersentuhan dengan area-area dimana kita belum bisa memperoleh yang kita inginkan
- Kerinduan bisa mudah goyah dan di luar kendali
Hanya Allah yang
tahu kemana pengakuan kita yang jujur tentang keinginan itu.
Fifth
Chapter
BEBERAPA
PEREMPUAN YANG MENGEJUTKAN KAMI
Laki-laki
dan Perempuan dalam Komunitas
Lukas
24: 22-23
Kehadiran Yesus membawa banyak jenis
perubahan, yang salah satunya adalah trasnformasi dalam hubungan antara
laki-laki dan perempuan. Saya jadi teringat saat saya PA di gereja beberapa
waktu lalu tentang bagaimana transformasi yang dilakukan Yesus ini berkaitan
dengan hubungan antara laki-laki dan perempuan.
Dalam kisah Yesus berdoa di Taman
Getsemani, ia mengajak tiga dari 12 murid-murid-Nya untuk menemani Dia. Mereka
adalah Petrus, Yakobus, dan Yohanes (laki-laki). Dalam tradisi Yahudi dan pada
masa itu, kesaksian dari laki-laki lebih didengar dan diperhitungkan daripada
kesaksian dari seorang perempuan. Yesus mau menunjukkan bahwa
peristiwa-peristiwa yang Dia alami dan lakukan adalah benar, bukan kisah
dongeng fiksi belaka karena ada “saksi” di dalamnya. Sementara itu, yang
menariuk pula ketika pagi-pagi buta, orang yang pertama kali menyaksikan
kebangkitan Kristus dalam kubur yang kosong adalah perempuan-perempuan yang
selama ini mengikuti Dia. Secara tidak langsung, Yesus melalui gagasan
rekonsiliasi-Nya, membuat kita diperdamaikan dengan Allah. Hubungan laki-laki
dan perempuan menjadi setara.
“Sebab kamu semua adalah anak-anak Allah karena iman di dalam Yesus Kristus…” –Galatia 3: 26-28-
Kita
memiliki kesempatan dan undangan untuk melayani yang sama, serta memimpin dan
berpartisipasi dalam kehidupan komunitas yang sama. Dalam komunitas yang
mengubahkan, kita belajar mengalami bahkan menikmati relasi 2 orang yang baik
yang terjadi ketika laki-laki dan perempuan saling bertemu. Untuk menjaga
relasi ini dengan bijaksana mencakup hal-hal
- Menghadapi ketakutan kita dan berjalan melewatinya sehingga kita tidak tetap menjadi korban dosa dan penyakit masyarakat
- Menetapkan relasi yang baik dan sehat di antara seksualitas dan kerohanian kita sebagai makhluk yang diciptakan segambar dengan Allah
- Mengembangkan kesadaran diri dan memikul tanggung jawab atas transformasi yang dibutuhkan sehubungan dengan adanya berbagai penyimpangan dalam pengalaman seksualitas
- Membuka kerinduan seksual kita kepada Allah dan belajar menemukan perhatian dan hikmat-Nya sehubungan dengan seberapa banyak kerinduan yang sah itu bisa dipenuhi
- Bergerak saling mendekat dalam ekspresi kasih, persahabatan, dan kemitraan, serupa dengan Kristus
- (jika sudah menikah) mengembangkan pernikahan yang sehat, memuaskan dan jujur; (jika masih lajang) berusaha mengungkapkan seksualitas dengan cara yang sehat.
Sixth Chapter
BUKANKAH
MESIAS HARUS MENDERITA?
Sifat
Perjalanan Rohani
Lukas
24: 25-26
Jiwa kita harus menyebutkan masa
dalam kehidupan rohani dimana kita bertumbuh paling pesat/merasa lebih dekat
dari Allah, banyak dari kita merujuk pada saat dimana mengalami masa-masa sulit
kehilangan atau penderitaan. Seperti itulah yang dilakukan Yesus à
Dia memberikan karunia untuk membantu mereka melihat apa yang telah mereka
jalani dari sudut pandang yang sama sekali berbeda.
Di perikop ini, Yesus mendapatkan
kesempatan bicara setelah Dia mendengarkan perkataan kedua murid-Nya. Kesulitan
Petrus & murid-murid lainnya untuk menerima fakta bahwa Yesus harus
menderita, membuat kita sadar bahwa: dalam usaha kita untuk teguh dan setia dan
membantu, kita juga bisa menjadi pengganggu atau batu sandungan bagi orang lain
jika kita gagal memahami sifat perjalanan rohani dan rencana Allah, termasuk
penderitaan.
Salah satu persembahan paling
berharga yang bisa kita berikan pada orang lain dalam komunitas yang
mengubahkan adalah: sudut pandang yang memampukan kita untuk “melihat menembus”
apa yang sedang berlangsung dalam roh, tidak peduli seberapa besar penderitaan
yang muncul. Peneguhan bahwa Allah tetap bekerja meskipun kita ada dalam
penderitaan bisa mendatangkan kelegaan jika kita mengizinkan hal itu.
Melalui kehidupan dan kematian-Nya,
Yesus mengajar kita bahwa kita harus kehilangan hidup kita (h kecil) agar
mendapatkan Hidup yang sebenarnya (H besar)
Model
klasik perjalanan rohani Kristen:
Kesadaran
à
Penyucian à
Pencerahan à
Persatuan
(Robert
Mulholland, Invitation to a Journey)
to be continued....(last chapter)
Comments
Post a Comment