Hari Pancasila di Rumah Pengasingan (Bagian 1)


1 Juni 2018



Aku, Bapak, dan adik terkecil ku berkesempatan mengunjungi rumah pengasingan presiden pertama Indonesia, Soekarno, di Parapat. Tempat ini tidak banyak dikenal, bahkan oleh warga lokal seperti Bapak. Kami menemukannya di internet dengan kata kunci 'wisata Parapat'. Ketika kami sampai di depan pintu gerbangnya, sudah banyak wisatawan yang kebanyakan anak muda di depannya. Kami turun dari mobil dan bergegas ke pintu masuk. Anehnya, kami 'dihadang' oleh dua orang bapak penjaga rumah tersebut. Mereka memberitahukan bahwa rumah tersebut tidak dibuka untuk umum dan hanya digunakan untuk peristirahatan kepala negara/daerah/dinas atau dari instansi tertentu. Bapak ngotot ingin masuk karena sudah sampai disini dan tidak ingin kami kecewa. Sang penjaga rumah bertanya, "Maaf, Bapak dari instansi mana?" Bapak menjawab, "Saya juga orang pemerintahan. Tolong lah bisa masuk ini. Udah datang jauh-jauh dari Jakarta." Sang penjaga masih tetap bertanya asal-usul kami dan terjadi tawar menawar untuk masuk ke dalam rumah. Kemudian salah seorang Penjaga rumah lainnya, melihat kegigihan kami dan akhirnya membolehkan kami masuk. 


Saat memasuki rumah, kami sudah berdecak kagum dengan interior rumah ini. Begitu kental dengan arsitektur Belanda mulai dari kayu dinding rumah yang masih berdiri kokoh hingga perabotan yang masih dipertahankan sejak pertama kali rumah ini dibangun. Kami dipersilahkan duduk di sofa ruang tamu sambil memandangi foto-foto bersejarah yang dipasang di dinding rumah ini. Tampak foto presiden Soekarno dan KH Agus Salim sedang berjalan santai di pekarangan rumah ini. Mungkin sambil membicarakan pergerakan mempertahankan kemerdekaan Indonesia selanjutnya. Tampak juga foto Soekarno dengan para penduduk lokal pada zaman itu. 


Sang penjaga segera menuturkan kisah rumah ini. Rumah ini dibangun pada tahun 1820 oleh Belanda dengan ukuran kira-kira 10 x 20 m dan pekarangan luas di sekelilingnya. Awalnya, rumah ini digunakan sebagai tempat peristirahatan pejabat perkebunan kolonial Belanda di Parapat. Arsitektur rumah ini tetap dipertahankan seperti awal dibangun. Tembok kayu rumah ini terbuat dari kayu jati dan kayu damar yang masih kokoh berdiri hingga sekarang. Lantainya dilapisi dengan ubin berpola yang hanya ada 2 di Indonesia, yaitu di rumah ini dan di Yogyakarta. Terdapat ruang tamu di depan pintu masuk yang terdiri dari sebuah meja panjang dengan beberapa kursi, pajangan-pajangan di dinding dan meja pajangan, serta jendela-jendela bertirai yang mengelilinginya. Masuk lagi ke ruang bersantai, kami diperlihatkan ruangan yang tidak terlalu besar tapi megah. Sebuah meja kecil yang dikelilingi sofa menghadap ke foto presiden dan wakil presiden Republik Indonesia ke-7. Lampu gantung yang kental dengan desain Belanda zaman dulu berada di atasnya. Ruangan ini selain dikelilingi foto kepala negara dan kepala daerah, juga foto-foto yang berhasil dikumpulkan sebagai memoir akan peristiwa yang terjadi di rumah ini. Sang penjaga mengisahkan kembali, bahwa jika kami lihat lebih dekat lagi, ubin berpola yang kami injak, terputus polanya pada ubin di depan tangga. Ubin bewarna hijau di depan tangga ini dapat dicongkel sebagai pintu masuk rahasia ruang bawah tanah dari rumah ini dan dengan rapi ditutup dengan karpet panjang. Ruang bawah tanah ini akan berakhir di gereja HKBP Parapat. Jangan dulu terpana dengan pintu rahasia ini! Masih ada yang lainnya! Sejauh mataku memandang, terdapat 2 ruangan yang ditutup pintu. Dugaanku, mungkin kamar tidur atau kamar mandi. Ternyata tidak sepenuhnya benar! Sebuah pintu yang terkunci rapat di dekat tangga, adalah pintu masuk menuju lorong panjang sejauh kurang lebih 3 km yang dapat berakhir di Pulau Samosir. Saat ini, kedua akses bawah tanah ini sudah benar-benar ditutup. Tidak ada orang yang boleh menggunakannya lagi. Terakhir kali, ialah seorang ilmuwan Belanda mencoba menyusuri lorong bawah tanah ini hingga meninggal akhirnya karena kekurangan oksigen. Agar menjaga kadar oksigen di dalamnya, maka kedua pintu bawah tanah ini ditutup. 


Bagaimana? Cerita rumahnya saja sudah cukup membuat bulu kuduk merinding kan? Yang ada di benakku pertama kali adalah.....KEREN! Yang biasanya hanya melihat di film-film bioskop tentang lorong-lorong rahasia, sekarang aku bisa melihat langsung bahwa memang ada nyata bahkan bangganya itu ada di Indonesia! Jadi pengen bikin ruang bawah tanah buat melindungi diri dan keluarga dari bahaya, siapatau kan nanti ada perang, atau bencana alam yang bikin kita ga bisa tinggal di atas rumah lagi. Wah, menghayal tingkat tinggi ini namanya! :) 


Balik lagi ke kisah selanjutnya. Setelah mendengar kisah rumah ini, Sang penjaga bercerita kembali. Kali ini kisah yang lebih heroik dan menggetarkan hati. Udah bukan bulu kuduk lagi ini mah yang bergetar.... Yaitu kisah Pengasingan presiden Republik Indonesia pertama, salah satu Bapak Pendiri bangsa Indonesia, pemimpin paling karismatik yang pernah aku tahu: Presiden Soekarno. Mendengar namanya saja sambil duduk di rumah itu sudah membuat aliran darah saya penasaran. Kisah apa lagi yang mau diperdengarkan dari perjuangan beliau. Yang pasti kisah perjuangannya kali ini berbeda dengan apa yang sering kita dengar atau baca di buku-buku pelajaran SD sampai SMA. Sedikit intermezzo... bahwa jangan sepenuhnya menelan mentah-mentah apa yang kita baca atau dengar. Saya belajar sejarah sejak SMP dan SMA menggunakan cara belajar analisis terhadap apa yang ada di buku dan mencoba menelaah dari sumber lain (bisa buku lain, film, atau omongan guru hehe) sehingga kalau dulu ulangan sejarah, pasti nilainya bagus2, tidak pernah ada yang remedial karna merupakan hasil dari pemikiran analisis kita. Hmm....udah mulai ngelantur sepertinya. Yang saya mau tekankan disini bahwasannya, setiap pemimpin negara memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing sehingga kita dapat belajar dari kedua sisi tersebut untuk menjadi lebih baik. Setiap hal yang dituliskan di buku-buku pelajaran bisa jadi merupakan doktrin saat orde baru yang mungkin masih melekat dan sulit dilepaskan dari buku-buku pelajaran sejarah. Maka dari itu, jangan terlalu mempercayainya sebelum mencari, membandingkan, dan menganalisis sumber lain. 


Kisah ini bermula dari Agresi Militer Belanda ke-II pada Desember 1948. Belanda menculik dan mengasingkan beberapa tokoh pendiri bangsa, diantaranya: Presiden Soekarno, Wakil Presiden Moh. Hatta, Menteri Luar Negeri K.H. Agus Salim, dan Perdana Menteri Sutan Syahrir. Presiden Soekarno beserta Menteri Luar Negeri K.H Agus Salim dan Perdana Menteri Sutan Syahrir diasingkan ke Berastagi, dipisahkan dari Wakil Presiden Moh. Hatta yang diasingkan ke Pulau Bangka. Presiden Soekarno beserta KH Agus Salim dan Sutan Syahrir menjalani kehidupannya di Tanah Karo, Berastagi hanya selama 12 hari. Setelah itu, mereka dipindahkan ke Tempat Pengasingan di Parapat. Disinilah kisah Presiden Soekarno di Parapat dimulai.


Mungkin teman-teman bisa menggali kembali latar belakang dari keseluruhan kisah perjuangan mempertahankan Republik Indonesia ini. Karena jika dituliskan disini, rasanya tidak akan cukup untuk menampung segala kisah heroik perjalanan bangsa Indonesia. Namun, marilah kita berfokus pada apa yang terjadi di Rumah Pengasingan Para Tokoh Pendiri Bangsa ini di Parapat. Kisah ini adalah kisah yang saya dengar dari Sang penjaga rumah yang sudah bertahun-tahun hingga berganti generasi menjaga dan merawat Rumah Pengasingan ini, serta dari beberapa sumber dari internet sebagai pelengkap.

Comments

Popular Posts